Zero Waste Cities : Pengelolaan Sampah dari Rumah

 

Seberapa Peka kah kita Dengan Sampah?

Jauh sebelum pandemi, kira-kira tiga tahun terakhir, suami kerap membuat sendiri kompos di rumah dengan memanfaatkan sampah harian rumah tangga. Caranya sederhana, kami cukup memisahkan sampah yang bersifat organik contohnya sisa bahan makanan atau kulit buah-buahan dan potongan sayur mayur. Kemudian disimpan dalam suatu ember bekas bertutup kemudian diberi cairan aktif yang umum dijual di pasaran dengan nama EM4. Hasil pengomposan dimanfaatkan untuk menjadi pupuk alami bagi tananam yang ada di rumah.

Sayangnya tak bisa dipungkiri, kesadaran masyarakat Indonesia pada umumnya dalam pengelolaan sampah masih jauh dari ideal,  Masih banyak kita temukan orang-orang yang abai dan dengan sekenanya membuang sampah tidak pada tempatnya. Sasaran yang paling sering ditemukan adalah sungai dan lautan. Dalam laporan yang disampaikan di webminar Hasil Riset dan kebijakan Penanganan Sampah Laut Indonesia oleh Loka Riset Sumber Daya dan Kerentanan Pesisir (LRSDKP), Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kementrian Kelautan dan Perikanan menunjukkan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang menyumbang sampah ke lautan terbanyak. 80 % sampah laut berasal dari daratan yang disebabkan kurangnya pengelolaan limbah padat di daratan dan sampah yang terbawa aliran sungai / kanal. 

Polutan ini mengancam keanekaragaman biota laut, bahkan hingga hasil dari penelitian terbaru kandungan biji plastik ditemukan dalam plasenta ibu yang sedang mengandung. Dari mana sumbernya? Tanpa kita sadari kita mengonsumsi seafood yang mencerna plastik tersebut. Dalam hasil  paparan yang sama ditemukan 25 % ikan yang dijual di pasar kota Makassar, Sulawesi Selatan telah mengandung plastik ( saintific report 2015, hasil penelitian dari Universitas Hasanunddin, Makassar dan University of California, Davis School of Venterinary Medicine)

Ada juga sebagaian masyarakat yang berinisiatif membakar mandiri sampah di lingkungan masing-masing. Padahal, sampah yang dibakar pun sejatinya akan mengakibatkan serangkaian efek domino. Mulai dari ancaman zat yang bersifat karsinogenik (penyebab kanker) yang terlepas pada saat proses pembakaran. Hal ini tentu sangat membahayakan kita semua yang menghirupnya. Ditambah pula pencemaran udara pada umumnya

Untuk daerah urban memang sudah sedikit lebih baik dan terkoordinasi. Sayangnnya  banyak daerah yang menerapkan manajeman pengumpulan sampah dengan cara mengangkut sampah dari lokasi pengumpulan sampah sementara (TPS) kemudian dibawa ke suatu lokasi yang –boleh dikatakan- dipaksakan menjadi tempat penampungan sampah akhir (TPA). Seiring dengan pertumbuhan penduduk, maka tumpukan sampah ini akan membawa banyak permasalahan.

Peduli Pengolahan Sampah dari Rumah demi Mewujudkan Zero Waste Cities

Sebenarnya sejak dulu, telah banyak cara yang telah diterapkan untuk meningkatkan kepekaan masyarakat Indonesia terhadap kelestarian lingkungan, terutama secara spesifik menangani sampah. Dari usia pra-sekolah anak-anak telah diajarkan untuk membuang sampah pada tempatnya dan mengenali warna pembagian tong sampah. Sosialiasi 3R (reduce, reuse dan recycling) pun secara berkala dikumandangkan berbagai pihak mulai dari kelompok pecinta lingkungan hingga lembaga pemerintah.

Salah satunya, ternyata apa yang kami mulai dari skala rumahan tersebut sejalan dengan semangat Zero Waste  yang yang diinsiasi oleh Yaksa Pelestari Bumi Berkelanjutan (YPBB) Bandung, Jawa Barat. Lembaga nirlaba ini telah berkontribusi sejak tahun 1993 dalam menggalakan hidup selaras alam dengan mengedepankan pola hidup cinta lingkungan.



Untuk menerapkan dalam cakupan kehidupan bermasyarakat yang lebih luas, YPBB mengadaptasi keberhasilan progam Zero Waste Cities dari Filipina. Melalui lembaga nirlaba Mother Earth Foundation (MEF), Filipina sudah berhasil mewujudkan pengelolaan Sampah dengan prinsip Sustainable Solid Waste Management ini di setidaknya 244 kelurahan dari 4 kota besar dan 15 kota kecil. Diharapkan dengan kedekatan regional maupun kemiripan topografi lingkungan maupun sosio-kultural, program ini lebih mudah diterapkan di Indonesia dibandingkan apabila langsung menuju cita-cita muluk mengikuti negara maju. 

Di Indonesia, Zero Waste Cities telah berlangsung dengan pilot project di kelurahan Sukaluyu, Bandung. Zero Waste Cities semakin dirasakan urgensinya dengan dilatarbelakangi kejadian yang cukup  memprihatinkan pada tanggal 21 Februari 2005 tersebut. Di hari nahas tersebut terjadi tragedi longsornya TPA Leuwigajah Cimahi. Kejadian itu menyebabkan tewasnya 143 warga, mengubur 71 rumah dan 2 kampung yaitu Kampung Cilimus dan Kampung Gunung Aki.

Penyebabnya ialah ketidakmampuan Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPA) menerima tambahan sampah baru setiap harinya dari kawasan kota Bandung dan sekitarnya.Tumpukan sampah yang tidak dikelola dengan baik itu akhirnya menjadi gunungan yang overload dan pada akhirnya merugikan kita semua.

Nah, pelaksanaan program Zero Waste Cities ini mengajak masyarakat memilah sampah dari rumah. Yang utama adalalah pemilahan di rumah, minimal terpisah jadi dua : sisa makanan dan lain-lain. Pengangkutan juga dengan cara terpisah, tempatnya terpilah dan sebanyak mungkin dikelola di kawasan.

Jadi, dapat dikatakan syarat penerapannya cukup mudah :

1. Partisipasi Masyarakat

Ada masyarakat yang ingin berperan aktif, minimal mau diberikan pengarahan dalam mengelola sampah dari rumah.

2. Ada Pengangkutan Sampah Rutin

Sistem yang sudah berjalan dengan baik sebelumnya, bisa yang didanai secara swadaya, dari urunan warga ataupun yang berasal dari pemerintah. 

3. Ada petugas sampah yang mau  diberi arahan

Petugas sampah adalah kunci penting. Mereka mau tidak mau akan mendapat tambahan kerja baru, namun mereka tidak di set sebagai pemilah. Mereka hanya membawa sampah di gerobak dengan cara terpisah antara sampah organik dan non-organik

4. Ketua Rukun Warga (RW) yang tanggap dan mendukung

Kawasan yang dimaksud biasanya dalam cakupan Rukun Warga (RW). Alangkah baiknya jika ada dukungan dari agen penggerak, misalnya pak RW penuh inisiatif atau ibu-ibu kader yang rajin mengingatkan.

zwc SINERGI


Beda ZWC dengan program lainnya di pendekatan yang dilakukan. Selama ini, berbagai program yang dijalankan hanya mendorong kesadaran masyarakat. Jika hanya masyarakat yang didorong partisipasinya, dengan indikator sederhana, seharusnya tumpukan sampah di TPA sudah berkurang. Namun kenyataannya belum belum berhasil mewujudkan suatu sistem pengelolaan berwawasan lingkungan yang berkelanjutan sehingga menampakkan hasil nyata.

Program ZWC mampu menyesuaikan dengan kearifan lokal masing-masing daerah. Setelah  merangkul masyarakat, diharapkan hasil yang nyata mampu mendorong pemerintah setempat menerapkan regulasi bahkan menciptakan sebuah sistem yang pada akhirnya cukup memaksa. 

Bersama-sama  dengan peraturan pemerintah, bisa mendorong agar taat tata kelola lingkungan terutama sampah dapat menjadi sebuah kewajiban bagi masyarakat. Suatu analogi sederhana, apabila kita berkendara, tidak semua orang menggunakan helm atas dasar kesadaran akan keselamatan di jalan raya, bisa jadi sebagian besar hanya karena takut ditilang polisi.  Begitu pula dengan Peraturan di Bidang Pengelolaan Sampah yang diterbitkan oleh suatu daerah baik tingkat kota bahkan tingkat nasional, melalui Kementrian Lingkungan Hidup, maka akan ada daya ikat agar patuh sebagai warga negara

9 LANGKAH ZWC


Penerapan Zero Waste Cities Demi Masa Depan Indonesia yang Lebih Baik

Dalam talkhow Zero Waste Cities yang ditaja YPBB tanggal 6 Febuari 2021 bersama narasumber mbak Anilawati Nurwakhidin ( Staf YPBB sejak 2006 dan saat ini Koordinator Humas YPBB) dan Kang Ryan Hendryan (berpengalaman selaku Staff lapangan ZWC Kota Bandung, saat ini selaku Manajemen ZWC Kota Bandung), saya dan peserta lain jadi paham bahwa program ZWC telah berjalan dengan baik di beberapa wilayah di Indonesia. Yang berada langsung dibawah naungan YPBB ialah. di Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Purwakarta, Cimahi dan Karawang.

Kita ambil contoh di Bandung, program ZWC ini bertransformasi menjadi Kang Pisman (kurangi, pisahkan, manfaatkan) sedangkan di Cimahi disebut Barengras (bareng-bareng kurangi sampah).

Kangpisman bandung dan barengreng cimahi

Selain dampak nyata berkurangnya sampah yang diangkut ke TPA sebagaimana dijelaskan dalam infografis di atas, keberhasilan program ZWC dapat dilihat dari manfaat yang sungguh dirasakan saat ini :

1. Bagi Petugas Sampah

a. Petugas tetap nyaman bekerja, berkat sosialisasi dan pendampingan yang diberikan meskipun jam kerja relatif bertambah. Penarikan sampah berkurang , secara kuantitas membuat roda gerobak sampah lebih ringan, karena sampah organic tidak dibawa ke TPS

B. Pakaian menjadi lebih bersih

Menghindarkan gas metan dari sampah yang tercampur sehingga lebih sehat bagi petugas sampah Memanusiakan manusia dengan membuat para petugas sampah tidak perlu mengorek-ngorek sampah

C. BLH memerikan insentif sehingga upah yang diterima lebih layak dan menjadi salah satu penyemangat bagi para petugas pengolah sampah.

D. Penghematan penggunaan sarana dan prasarana, contohnya saat menggunakan gerobak menjadi lebih awet karena tidak berkarat akibat sampah basah.


2. Bagi Masyarakat dan Lingkungan


A. Meningkatkan rasa disiplin dengan terbiasa memilah sampah dari rumah. 

B. Meningkatkan rasa kesadaran dan empati kepada sesama khususnya para pengangkut sampah. Memilah sampah adalah pekerjaan dari rumah yang menurut kita tidak seberapa, namun bagi petugas sampah sangat berarti.

C. Meningkatkan kerjasama antar warga.

Sampah organik yang bisa dikelola di kawasan maka akan dikelola dikawasan. Caranya bisa macam- macam tergantung dengan ketersediaan lahan dan kesepakatan warga di RW tersebut. Hasil pengomposan dapat dibagikan atau dijual dengan harga yang hemat agar minat bertanam meningkat 

D. Kembalinya daur materi 


Pengolaan sampah di kawasan seringnya dengan alasan klasik tidak tersedianya lahan. Namun sepanjang ada kemauan maka tantangan dapat diatasi. Pengomposan dapat dilakukan dengan banyak metode banyak alternatif tidak memerlukan lahan yang besar. Begitu pula teknik urban farming yang dapat dilakukan dengan berbagai cara. Sehingga masyarakat dapat menghasilkan sendiri berbagai tanaman pangan yang dapat dikonsumsi. Jadi ada siklus dari makanan kembali ke makanan lagi.


3. Pemerintah

Sangat mendorong peran pemerintah sebagaimana diamanatkan Undang-undang no 18 tahun 2008, bahwa pemerintah bertanggung jawab terhadap pengelolaan sampah di kawasan. Kendalanya  ada kawasan yang sudah siap atau belum siap sesuai dengan sarana yang sudah disiapkan oleh penmerintah. 

Pemerintah juga memberikan dukungan Sumber Daya Manusia (SDM) untuk edukasi kepada masyarakat, tim pengolahan sampah di kawasan, mengolah sampah organic yang sudah terpilah dan lain-lain

Sebagai operator sampah, ZWC berkerja sama dengan PD kebersihan kota Bandung. Bagi kawasan yang tidak bisa melakukan pengolahan sampah organik di kawasan akan disediakan salah satu titik kumpul, untuk dilakukan pengelolaan di skala kota.

Yang paling penting, Pemerintah Kota Bandung telah menerapkan beberapa regulasi sehingga pelaksanaan ZWC lebih masif. Diantaranya, yaitu :

-RTPS rencana teknis pengeloaan sampah tertuang rencana di tingkat kelurahan dalam satu dokumen mengenai perencaan yang dirinci secara detil mengenai anggaran, sistem, manajemen pengelolaan sampah yang disesuaikan dengan kontur wilayah dan sarana yang dimiliki 

- Perwal nomor 7 tahun 2019 mendorong pemilahan sampah di kawasan

- Keputusan walikota Bandung nomor 149 tahun 2018 mengenai RT / RW berkewajiban mengedukasi dan memonitoring pengolahan sampah dari rumah.

❤❤❤❤❤

Terbukti, ZWC mampu menggerakkan banyak pihak.  Kita pun dapat ikut berpatrisipasi. Dimulai dari kesadaran diri sendiri --dari rumah- bahwa dengan mengelola sampah secara bertanggung jawab kita dapat mengubah kebiasaan lama yang kurang tepat menjadi kebiasaan baru yang lebih baik untuk lingkungan. Tentu pada akhirnya akan membawa kebermanfaatan yang optimal.

Kita harus optimis bahwa suatu saat Indonesia yang bersih dan bebas sampah dapat terwujud. Salah satu caranya dengan mendukung dan menyebarluaskan penerapan Zero Waste Cities ini ke daerah-daerah lain. Atau lebih keren lagi kalau bisa bergabung sebagai relawan. Yuk, sama-sama pilah sampah dari rumah dan terapkan gaya hidup zero waste.


Artikel ini diikut sertakan dalam lomba blog Zero Waste Cities yang diselenggarakan oleh YPBB

Sumber : 

- blog, media sosial  dan talkshow YPBB

- https://kkp.go.id/djprl/jaskel/artikel/22579-sampah-laut-indonesia-riset-dan-kebijakan-penanganan-sampah-laut-indonesia-18-agustus-2020, diakses pada tanggal 12 Februari 2020.