Tips Memilih Dokter Anak Idaman

Memilih_dokter_anak

Dokter Anak Idaman, Ibarat Cari Jodoh

Hai Assalamu'alaikum
Bu ibu yang sudah punya anak mana suaranya?
Eh, yang sedang menantikan anak juga gapapa deh turut menyimak. Karena dari pengalaman dua generasi, cari dokter anak yang cocok itu ibarat cari jodoh, lho!

Bermula dari kepindahan kedua orangtua Saya ke suatu ibukota provinsi -yang bisa dibilang salah satu Provinsi dengan potensi kekayaan migas terkaya di Indonesia- 32 tahun yang lalu, dimulai pula lah pengalaman Saya ikut serta berburu dokter anak.

Entah karena perubahan lingkungan atau sebab lainnya, adik Saya qadarullah sering sakit. Saya pun kadang jadi tertular. Ibu Saya yang aslinya juga seorang nakes, selalu mengupayakan yang terbaik. Alhamdulillahnya saat itu kondisi perkonomian keluarga juga cukup mendukung.

Jadilah, hampir seluruh dokter spesialis anak angkatan 90an yang ada di kota tersebut sudah pernah kita temui. Biasanya bukan sekedar sekali tatap muka lalu pindah ya.. Ibu selalu berusaha menuntaskan pengobatan dahulu, namun saat ada keluhan lain, terkadang sang dokter sedang tidak available atau ada alasan lain, sehingga kita berpindah dokter.

Ohya, sebenarnya Saya dan adik terpaut usia empat tahun, tetapi karena Ayah dan Ibu merantau tanpa ada keluarga dekat, kemanapun mereka pergi Saya selalu diajak. Termasuk ke dalam ruangan praktik dokter. Sering berinteraksi dengan para dokter yang bergelar belakang Sp.A itu ikut mendorong adik menjadi seorang dokter.

Nah, kalau untuk Saya sendiri hanya sebatas mengagumi ya.. Ternyata pengalaman itu berguna setelah punya anak sendiri. Saya semakin selektif dalam mencari dokter anak. Faktor penyulit bagi Saya pun semakin banyak juga diantaranya Saya tinggal di daerah yang terpencil dan harus mempertimbangkan faktor biaya Hoahaha.

Kriteria -dokter-spesialis-anak-ideal


Dokter Anak Idaman Versi Keluarga Saya

1. Punya Jadwal Praktik yang Jelas

Saat Saya tinggal di Pulau asal Suami, kalau hendak ke Dokter Anak, artinya harus menyebrangi Pulau. Saya agak malas kalau pun sudah membuat appointment ternyata dibatalkan sepihak tanpa pemberitahuan lanjutan.

Bukan hanya masalah biaya serta waktu yang terbuang, Saya lebih kasihan kepada si kecil. Keburu kelelahan akibat perjalanan.

Ternyata di kota kecil saya saat ini, masalah serupa pun kerap terjadi. Dua dokter anak yang bertugas di Rumah Sakit daerah dan membuka praktik mandiri, sejatinya tidak bermukim di kota ini. Sehingga, meskipun jadwal praktik ditetapkan dua kali seminggu, jadwal kedatangan mereka agak sulit dipastikan.

Pernah suatu kali, Saya sudah menanyakan kedatangan salah seorang dokter ke klinik, asistennya memastikan bahwa Ia akan langsung menuju RSUD. Bergegas membawa si bocah, karena RSUD berlokasi cukup jauh dipinggiran kota. Begitu tiba di bagian pendaftaran, dengan tegas diberitahu tidak ada dokter anak hari itu. Rasanya saya ikutan lemas. Bagiamana dengan pasien lain yang sudah jauh-jauh datang?

2. Komunikatif

Terlepas dari gender maupun pembawaan seseorang, menurut Saya komunikasi dua arah sangat penting, apalagi bila sang dokter :
-Senang anak kecil, terlihat dari kemampuannya mengambil kepercayaan anak sebelum memeriksanya.
-Anamnesa atau pengajuan pertanyaan terstruktur kepada keluarga pendamping cukup mendetil.
-Melakukan pemeriksaan dan menyampaikan hasil evaluasi pertumbuhan dan perkembangan anak. Apakah sesuai usia atau ada indikasi keterlambatan atau gangguan.
-Meluangkan waktunya untuk berdiskusi walaupun antrian pasien masih mengular.
-Boleh dihubungi by phone atau chat adalah nilai plus.

3. Pro-ASI

Dokter Anak yang Pro-ASI tidak hanya akan membantu para ibu baru yang masih berjuang dalam mengASIhi. Lebih dari itu, apabila berat badan bayi ternyata agak sulit naik, maka tidak serta merta menganjurkan pemberian susu formula sebagai jalan ninja.

Dicari dahulu apa yang menyebabkan BB seret naiknya. Bila masih ASI Eksklusif, apakah perlekatannya sudah baik? Atau bayi ada tongue tie dan liptie? Bagaimana kandungan nutrisi yang dikonsumsi Sang Ibu? Jika semua baik, jangan-jangan ada infeksi atau silent disease? Diobati dahulu sambil ikhtiar menambah berat badannya.

Begitupun apabila sudah MPASI, ditelusuri, apakah pemberian menu adekuat? Sudahkah menerapkan feeding rules? Atau jangan-jangan sedang dalam fase tumbuh gigi sehingga kurang bersemangat makan. Dan seterusnya hingga anak semakin besar.

4. Lokasi dan Fasilitas Praktik Ideal

Dokter anak yang Pro-ASI akan menyediakan ruang laktasi sebagai tempat menyusui di lokasi praktik pribadinya.

Fasilitas penunjang seperti ruang bermain anak menjadi nilai plus, namun tetap perhatikan resiko, terutama saat anak sedang berada dalam kondisi kurang fit bermain dengan anak lain yang -bisa saja- seorang pembawa bibit penyakit lainnya.

Lebih ideal lagi apabila Dokter bersedia menerima pemeriksaan lanjutan di Rumah Sakit yang bemitra dengan asuransi kesehatan atau BPJS yang kita miliki.

5. Update Ilmu dan Trend yang Berkembang di dunia Kesehatan

Ilmu kesehatan adalah hal yang paling dinamis, mengingat banyaknya penelitian yang terus dikembangkan. Sebaiknya, dokter anak terus update ilmu dan trend yang sedang berkembang.

Misalnya begini, ada seorang ibu muda yang sering menjadikan media sosial sebagai acuan. Ketika berkonsultasi dengan dokternya mengenai apa yang dijalankan oleh seorang selebriti yang diidolakan kepada anaknya, sang dokter bisa menerangkan plus dan minusnya secara ilmiah.

Dokter Anak yang baik pun mau merujuk ke sub spesialis apabila memang sang pasien membutuhkan.


Banyak ya, kriterianya hehehe makanya jadi senjelimet cari jodoh. Tapi tenang,  sejauh ini Saya kerap bertemu yang baik dan cukup ideal.

Tips Mencari Dokter Anak yang Tepat

1. Survey

Bisa bertanya dengan para tetangga atau kerabat yang pernah berobat. Tanyakan jam terbang dan pengalaman beliau. Bisa juga mencari secara online, baca review di Google Maps apabila beliau memiliki praktik mandiri.

Untuk dokter yang praktik di Rumah Sakit ikuti beberapa forum ibu-ibu, misalnya the Urban Mama, the Asian Parent, biasanya para bunda lain berkenan menjawab apabila kita meminta info mengenai salah seorang dokter. Tentu saja penilaian ini relatif. Jangan terima bulat-bulat keterangan satu sumber.

Hubungi juga kontak langsung tempat praktik untuk menanyakan waktu praktik serta garis besar biaya pengobatan. Bila budget belum memadai, kita bisa memanfaatkan fasilitas BPJS. Minta rujukan dahulu ke faskes tingkat satu, biasanya sesuai tingkat kegawatan mereka akan memberi pengantar.

2. Bila ada Indikasi dari Riwayat Kesehatan Pilih Dokter Anak Sub-Spesialis

Melansir dari laman web Ikatan Dokter Anak Indonesia, saat ini ada 14 Sub-Spesialis Dokter Anak, yaitu :
  1. Perinatologi : khusus yang dialami bayi baru lahir.
  2. Kardiologi : berkaitan dengan jantung.
  3. Neurologi : berkaitan dengan saraf.
  4. Pulmonologi : berkaitan dengan paru-paru.
  5. Nefrologi : berkaitan dengan masalah ginjal atau saluran kencing
  6. Endokrinologi : gangguan tumbuh kembang.
  7. Hematologi dan Onkologi : menangani penyakit ganas yang berkaitan dengan darah.
  8. Gastro Hepatologi : berkaitan dengan masalah hati dan pencernaan
  9. Alergi Ilmunologi : permasalahan alergi dan kekebalan tubuh.
  10. Nutrisi Metabolik.
  11. Pencitraan : menangani rontgen, CT Scan, USG.
  12. Pediatri gawat darurat.
  13. Pediatri Sosial: menangani kesehatan anak usia 0-18 tahun. Mencakup kesehatan umum dan hubungan anak dengan keluarga serta lingkungan.
  14. Pediatrik Infeksi Tropis.

Bila memang jenis Sub-Spesialis tersebut ada di kota kita atau mudah diakses, tidak ada salahnya untuk langsung membawa anak kita kesana.

Jika belum ada, seperti Saya yang menetap di kota kecil, hasil diagnosa dokter spesialis anak sama baiknya atau akan menjadi pertimbangan apakah akan dirujuk ke dokter anak SubSpesialis.

3. Bersikap Kooperatif

Sebagai pasien yang baik, ingat secara runut riwayat sakit anak kita. Misalnya bila Ia batuk, sejak kapan, gejalanya apa saja, ada demam, muntah atau hal-hal lain. Termasuk apakah sudah diberi penanganan pertama baik di rumah atau fasilitas kesehatan lain.

Ini penting sekali, agar kita tak main tuduh "Ah, berobat ke dokter XYZ, anakku ga sembuh tu". Lah, ya gimana, pas di ruang praktik, keluarga pendamping tidak detil dari awal. Ditanya malah berkesan defensif.

Siapkan juga daftar pertanyaan yang ingin diajukan termasuk langkah perawatan di rumah.
Sebagai orangtua, kitapun tidak boleh lekas baper apabila dinasehati. Turuti nasehat dokter, cari second opini boleh saja, namun sebaiknya tuntaskan terlebih dahulu pengobatan di satu dokter ya..

Ingat pula bahwa berobat adalah salah satu ikhtiar, semua tetap berada dalam kuasa Allah SWT. Rayu pula lah Sang Pemilik Kehidupan.

Demikianlah pengalaman saya dalam pilah pilih dokter anak. Teman pembaca ada pengalaman lain? Yuk bagikan dinkolom komentar..