Intoleransi Laktosa pada Anak, Harus Bagaimana??



Hai assalamu'alaikum.

Kali ini saya mau sharing pengalaman tentang anak saya yang sulung. Diawali dari kesenangan saya selama beberapa waktu terakhir menggunakan suatu aplikasi sharing informasi mengenai kehamilan, Ibu, bayi dan balita.

Ada banyak sekali pertanyaan yang saya temukan mengenai anak yang terkena intoleransi laktosa. Pertanyaan yang sering sekali muncul yaitu apa sih bedanya antara intoleransi laktosa dan alergi susu sapi?

Nah sebelum itu saya ingin menceritakan kronologis pengalaman saya ketika melahirkan anak saya. Jadi ketika saya hamil, saya dan suami sepakat bahwa saya akan menghabiskan waktu dua minggu dirumah suami dan tiga minggu di rumah kedua orang tua saya. Dengan pengaturan seperti itu maka pemeriksaan kandungan pun saya lakukan berselang seling antara dokter yang ada di pulau tempat kedua orang tua saya menetap dan dokter yang saya inginkan untuk menjadi dokter utama kelahiran di pulau Batam.

Jadi selama kehamilan total ada lima dokter SpOG di dua umah sakit dan satu klinik yang pernah memeriksa termasuk melakukan USG. Selama pemeriksaan hasilnya baik terutama berat badan janin yang masih dianggap normal. Saya bersyukur sekali mengingat di trimester pertama saya mengalami hiperemesis hingga sampai di rawat.

Namun ternyata dokter yang saya inginkan menjadi dokter utama saat kelahiran akan menjalankan ibadah umroh di saat yang bersamaan dengan hari perkiraan lahir ( HPL). Jadilah Ibu saya memutuskan mengajak saya untuk melahirkan di pulau tempat kediaman kedua orang tua saya saja.

Menjelang HPL Saya masih belum merasakan tanda-tanda adanya persalinan. Kebetulan pula HPL jatuh di hari raya Idul Fitri pertama tahun 2014 tersebut, akhirnya saya baru bisa mengunjungi rumah sakit untuk cek kehamilan tiga hari setelah HPL. Saat itu dokter yang memeriksa menyatakan bahwa berat badan janin berkisar antara 3-3,5 kg, air ketuban dan posisi bayi dinyatakan masih bagus. Saya saya diminta untuk menunggu adanya gelombang cinta atau tanda-tanda alami sehingga diberi batas waktu seminggu selanjutnya yang jatuh pada hari Jumat berikutnya.

Entah mengapa saya sudah punya feeling sendiri bahwa anak ini kemungkinan akan lahir di tanggal 6 yang yang jatuh pada hari Rabu. Ternyata di hari Rabu tersebut memang benar air ketuban saya mulai rembes sejak subuh dini hari. Ketika akhirnya saya diminta untuk melakukan pemeriksaan ternyata air ketuban Saya hanya tinggal beberapa persen saja.

Dokter masih mencoba untuk melakukan pancingan melalui pengobatan. Entah mengapa saya tidak mengalami penambahan pembukaan dan tidak ada kontraksi. Hingga di pilihlah opsi caesar berdasarkan kesepakatan antara orang tua saya dan suami.

Sebagai tindakan pencegahan, dokter anak yang terlibat dalam tim menyarankan agar kami menyiapkan susu dengan protein yang terhidrolisa atau susu hipoalergenik.

Akhirnya operasi berlangsung dengan lancar menjelang Maghrib di hari itu juga. Alhamdulillah anak saya lahir dengan berat badan yang melebihi prediksi dokter yaitu seberat 4.050 gram. Mengingat pada saat itu ASI saya belum keluar, dokter anak kembali menyarankan agar susu formula tersebut diberikan agar anak saya tidak mengalami penurunan gula darah.

Sistem yang digunakan sebenarnya adalah rooming-in saya dan bayi langsung berada dalam satu ruangan. Tetapi ketika pemberian susu dilakukan oleh perawat dan suster di ruangan yang terpisah, berdasarkan pengamatan ibu saya yang juga mantan bidan, ternyata anak Saya tidak mau menelan susu yang diberikan sama sekali baik melalui metode disuapi dengan sendok, atau dengan cup feeder terlebih lagi saat di diberikan melalui botol susu.

Namun pemberian susu formula ini tetap dilanjutkan sesuai dosis dan takaran yang diberikan oleh dokter anak karena ASI Saya masih belum keluar.

Di hari ketiga ketika mekonium dalam BAB nya sudah bersih barulah ketahuan bahwa anak saya ternyata mengalami diare. Saya kembali konsultasi kepada dokter, namun karena ASI saya masih sedikit pemberian susu formula tetap dilanjutkan hingga anak Saya berusia kurang lebih 2 minggu. Selama itu pula maka konsistensi BAB-nya masih berupa cairan dan diare.

Karena saya tinggal di suatu pulau kecil yang fasilitas Rumah sakit nya juga terbatas, dokter anak tersebut melakukan wawancara terhadap saya mengenai silsilah keluarga. Barulah disadari bahwa saya dan ayah saya sendiri selalu mengalami diare apabila pada pagi harinya kami langsung mengonsumsi produk susu dan turunannya.

Sehingga dokter langsung anak langsung menyimpulkan bahwa anak saya mengalami intoleransi laktosa.

Usia 11 bulan, anak saya qadarullah mengalami pembengkakan saluran getah bening. Untuk memperoleh second opinion saya membawa anak saya berobat ke Malaysia. Kami sempat berpindah rumah sakit karena anak saya dirujuk ke seoranng profesor yang mendalami bidang endokrin. Sebagai penegakan diagnosa anak saya kembali menjalani serangkaian tes darah dan feses. Hasilnya cukup menggembirakan bahwa pembengkakan tersebut tidak bersifat keganasan namun anak saya memang dinyatakan memiliki intoleransi laktosa.

Nah, sebenarnya apa sih intoleransi laktosa itu ?

Interaksi intoleransi laktosa ialah suatu reaksi Simpang makanan yang disebabkan kelainan metabolisme bawaan defisiensi enzim laktase. Keadaan ini menyebabkan anak tidak dapat mencerna laktosa (senyawa gula yang terkandung dalam produk susu dan turunannya) menjadi senyawa gula yang lebih sederhana yaitu glukosa dan

Lalu bedanya apa dengan alergi susu sapi?
Alergi susu sapi reaksi Simpang makanan akibat sistem imun bayi tidak dapat menoleransi protein susu sapi (baik kasein maupun whey).
Gejalanya berupa gangguan pada:
Sistem pencernaan: diare atau sembelit
Sistem pernapasan misalnya batuk atau pilek yang berulanga
Sistem kulit misalnya dermatitis atau radang kulit
Sistem saraf misalnya perilaku pada anak.

Jadi bagi orang tua yang anaknya terindikasi memiliki intoleransi laktosa maupun alergi susu sapi harus menghindari anak mengonsumsi produk susu (sapi dan kambing) maupun olahan turunannya seperti keju, yoghurt, dan lain sebagainya.

Untuk intoleransi laktosa dari hasil konsultasi saya dengan dokter anak tersebut seiring berjalannya waktu maka usus akan semakin memiliki kemampuan yang berkembang untuk mencerna laktosa.

Alhamdulillah sekarang keadaan anak saya sudah jauh lebih baik intoleransi laktosa nya sudah berkurang seiring dengan pertumbuhan usia. Masa dia masih balita ia mengonsumsi susu UHT namun akhir-akhir ini dia sudah bisa beralih kepada susu yang saya anggap lebih bisa memenuhi kebutuhan nutrisinya yaitu pediasure complete. Pilihannya jatuh pada susu pediasure cokelat yang enak.