Ibu, Aku Di Bully Teman

 


Dengan langkah tergopoh-gopoh, Uwak saya nampak begitu terburu-buru ketika memasuki rumah. Beliau adalah kakak perempuan dari ibu saya. Sudah 3 tahun belakangan ini kami pindah dari Belakang Padang Ke Muaradua ini untuk menemani beliau.

"Mana Ziqri?" Ia langsung menanyakan putra sulung saya
"Ada di atas, mungkin siap-siap mau ke Mesjid. Ada apa  Nga?" Tak biasanya Waknga -begitu saya biasa memanggilnya- pulang sampai menjelang Magribh begini dan langsung menanyakan keberadaan cucunya.
"Waknga habis ngobrol sama Yuk Eni, anaknya si Rayhan bilang kemarin Zikri habis dihajar temannya di sekolah" Serunya menyebutkan nama salah seorang penyewa ruko kami.
"Apa? Astaghfirullahalladzhim"


Seketika lutut saya terasa lemas. Saya segera mencari tempat duduk karena posisinya saat itu saya sedang menggendong Afif, adiknya Ziqri yang baru berusia setahun.

Banyak hal yang langsung berkelebat di pikiran saya kenapa Ziqri tidak langsung cerita? Apa yang salah dengan pola pengasuhan saya selama ini? Mengapa sekarang ia sudah pandai menyembunyikan sesuatu dari saya? Apakah karena akhir-akhir ini saya sangat sibuk dengan adiknya? Dan yang terpenting, apakah ia terluka? Haruskah saya segera membawanya untuk melakukan serangkaian pemeriksaan medis? Bagaimana dengan cek kesehatan mental? Perlukah dibawa konsultasi psikiater atau ke psikolog? Langsung deh jadi overthinking

Langsung terbayang oleh saya semua pengalaman Saya ketika menjadi guru dan harus mengatasi masalah bullying alias perundungan. Apalagi akhir-akhir ini di media sedang gencar berseliweran berbagai berita mengenai bully yang dilakukan oleh remaja. Terbaru, anak salah seorang pengacara yang cukup terkenal dikeroyok beberapa teman satu sekolahnya di dalam lingkungan sekolah.

Lah, tapi kan anak saya masih kelas 3 SD belum remaja lah ya, masih pra remaja, koq bisa main hajar juga?

Setelah kembali menyadarkan diri, hal pertama yang saya lakukan ialah mencoba mencari tahu lebih jelas lagi mengenai kronologis kejadiannya.

Sembari Uwak saya menceritakan runtutan kejadian yang dialami Ziqri berdasarkan sudut pandang Rayhan, di saat yang bersamaan sejujurnya pikiran saya kembali flashback ke masa lalu.

Ziqri ialah cucu pertama baik dari keluarga saya maupun keluarga Ayahnya. Dari keluarga saya sendiri saya adalah putri pertama dan adik Saya belum menikah. Dari pihak keluarga Ayah saya, Saya punya sekitar 30 orang sepupu tetapi dari pihak ibu, satu-satunya sepupu saya telah berpulang ke Rahmatullah. Sehingga dari pihak keluarga ibu saya, kedua orang kakak perempuan ibu dan suaminya menganggap Ziqri sebagai cucu mereka juga.

Sedangkan dari pihak ayahnya, keluarga besar ayahnya tinggal berdampingan di Belakang Padang. Jadi totalnya ketika lahir Ziqri memiliki 8 orang kakek dan nenek. Belum lagi ditambah para paman dan bibi yang menyayanginya.

Sungguh saya sangat bahagia, banyak yang sayang dan memperhatikan Ziqri. Saya yakin, mereka menyelipkan namanya dalam doa serta melimpahi wujud kasih sayang yang nyata dalam bentuk bantuan materi, meluangkan waktu untuk membantu menjaganya kala saya ada kepentingan dan lain sebagainya

Namun tentu saja, hal ini juga memiliki beberapa konsekuensi. Yang paling utama, ya Ziqri sangat dimanjakan. Kedua orang tua saya yang sebenarnya tegas dan disiplin bahkan memiliki motto baru yang benar-benar mereka deklarasikan secara nyata "Semua Halal Demi Cucung". Halal di sini maksudnya mereka akan membolehkan apa saja keinginan dan permintaan si cucu.

Lalu, demi menyenangkan semua pihak maka saya dan Ziqri setiap 2-3 Minggu, berpindah-pindah di antara rumah saya dan rumah mertua. Memang jarak antara pulau tidak terlalu jauh. Hanya 15 menit perjalanan dari Pulau Belakang Padang menuju Pulau Batam, kemudian sekitar satu jam 15 menit lagi menuju Pulau Tanjung Balai Karimun kediaman kedua orang tua saya.

Semua orang yang telah memiliki anak pasti memahami salah satu kunci kesuksesan dalam mendidik anak adalah konsistensi. Dengan gaya hidup kami yang seperti itu ditambah lagi dengan intervensi dari para kakek nenek, saya dan suami agak kesulitan menerapkan disiplin baginya.

Ziqri kecil adalah anak yang penuh energi. Saya sempat bertanya pada dua atau tiga orang dokter spesialis anak mengenai hal ini. Mereka kompak mengatakan bahwa tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Memang, Ia cukup cepat lancar berkomunikasi. Milestones tumbuh kembangnya pun terbilang bagus.

Masalah akan timbul, misalnya saat malam hari, ketika ia merasa harus menghabiskan energinya, Sementara saya dan ayahnya sudah kelelahan, para kakek dan nenek masih tetap memperbolehkannya untuk bermain alih-alih disiplin tidur sesuai jam yang telah kami sepakati.

Belum lagi, soal kepemilikan barang. Ziqri sempat mengalami fase terlihat sangat egois karena hampir semua apa yang Ia inginkan akan dikabulkan

Berkat kerjasama dan usaha yang keras dari saya dan ayahnya serta doa-doa yang kami panjatkan Alhamdulillah perlahan-lahan usaha kami menampakkan hasil. Ziqri semakin memahami sopan santun dan sikap rendah hati

Ketika ia memasuki taman kanak-kanak wali kelasnya hanya sekali melaporkan Ia yang tidak mau duduk tenang sepanjang pelajaran. Ziqri adalah anak ekstrovert yang suka ngobrol dan gemar berkeliling kelas.

Pernah juga Ia bercerita bahwa ada salah seorang teman sekelasnya yang mengajak teman-teman yang lain untuk menjauhi dirinya. Ternyata Ia dapat menyelesaikan sendiri kedua permasalahan dalam pergaulan dalam lingkup sekolah ini.

Jadilah Saya tidak menkhawatirkannya ketika ia masuk sekolah dasar. Memang benar, sejauh ini ya baik-baik saja.

 ❤

Setelah mendengarkan duduk perkara ceritanya, Saya menyadari ada tiga aspek yang membuat Ziqri menjadi korban bullying :
1. Usia Ziqri yang lebih muda setahun dari hampir keseluruhan teman seangkatannya.
Sebagaimana yang telah saya ceritakan sebelumnya, memang ketika ke pandemi, Ziqri yang saat itu sedang duduk di kelas B Taman Kanak-kanak merasa bosan. Jadilah Ia langsung minta dimasukkan ke Sekolah dasar saja.

Setelah bicara dari hati ke hati dan saya yakin memang Ziqri punya kemampuan untuk itu kemudian saya dan ayahnya berusaha mengurus segala persyaratan yang diperlukan.
Salah satunya ialah dengan meminta asesmen psikolog. Hasil tes tertulis dan wawancara sejalan, sehingga ia bisa dapat langsung mendaftar di Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) kenamaan di Muaradua ini. 

Usia yang lebih muda ini pun diketahui oleh teman sekelasnya, sehingga mereka kadang menganggap Ziqri seperti anak yang paling kecil.

2. Perbedaan bahasa dan budaya
Sebagai anak pindahan, tentu bahasa Ziqri kadang terdengar cukup unik di telinga mereka. Banyak yang menganggapnya berbicara seolah mengikuti kartun Upin Dan Ipin. Padahal memang begitulah intonasi dan gaya berbicara penduduk Melayu.


3. Ziqri Terlalu Polos
Kalau boleh jujur, entah saya dan ayahnya turut andil, Ziqri masih sangat polos untuk anak sesuiamya. 

Polos disini karena dia masih memiliki keluguan kanak-kanak. Sesuatu yang sulit ditemui kala banyak anak seusianya lebih cepat matang akibat paparan media. Memang, kami sebagai orang tua, membatasi penggunaan gadget bahkan menonton televisi pun hanya acara yang telah kami kurasi (termasuk serial dan film asing).

Ternyata hal ini menjadi bumerang. Ia dianggap ketinggalan zaman dan mudah dimanipulasi. Ditambah kekhawatiran kami, bahwa Ia akan menjadi sosok yang egois, justru membuatnya menyerap value rendah hati hingga jadi terlalu mendahulukan kepentingan teman. 

Setelah mengevaluasi, yang saya dan suami lakukan adalah :
1. Tetap Tenang
Jangan terburu terpancing emosi. Ajak kembali Ziqri berdiskusi mengenai perundungan. Tegaskan bahwa segala tindakan bully adalah salah dan tidak dibenarkan. Pun kita harus berani membela diri dari pelaku.

Saya menanyakan kembali kejadian dari sudut pandangnya, apa yang Ia rasakan dan apa yang bisa saya bantu untuk menyelesaikan masalahnya jika Ia merasa butuh bantuan.

2. Hubungi Pihak Sekolah
Karena kejadiannya di sekolah, sebaiknya pihak sekolah yang menyelesaikan. Dalam hal ini saya menemui wali kelasnya dan beliau berjanji akan menasehatinya dan menghubungi orang tua anak tersebut.

3. Mendorong Ziqri kembali Aktif Kegiatan Bela Diri
Sejak awal pindah, Ziqri ikut latihan Karate bersama salah seorang kerabat jauh kami. Sayangnya, istri sang pelatih sempat sakit keras dan butuh pengobatan rujukan di Rumah Sakit yang lebih lengkap fasilitasnya. 

Sembari menunggu, Ia sempat ikut latihan Taekwondo di sekolahnya. Tapi Ia kurang bersemangat, mungkin sudah terlanjur cinta karate. 

Syukurnya, sekarang pak pelatih sudah bisa melatih kembali. Dengan aktif di kegiatan bela diri, Saya harap rasa percaya dirinya akan meningkat. Ia pun akan memililki kemampuan untuk menghindari penyerangan fisik.

❤️❤️❤️❤️❤️

Demikian sharing saya mengenai perundungan yang baru saja terjadi pada Ziqri putra saya. Semog sedikit banyak dapat dipetik hikmahnya. Aamim YRA.