Wahai Kaum Perempuan, Stop Fatherless Kids Bisa Dimulai Dari Diri Sendiri

 


Indonesia ialah fatherless is country nomor 3 di dunia

Begitu saya terhanyak membaca headline  di sebuah media nasional itu. Bagaimana tidak, saya yang lebih dekat dengan ayah saya dibandingkab Ibu, merasa hal tersebut sungguh memprihatinkan.

Ternyata, pemberitaan tersebut bersumber dari pada suatu penelitian yang disampaikan langsung oleh Menteri Sosial Indonesia saat itu yaitu ibu Khofifah Indar Parawansa.

Memang, sebelum di publikasikannya penelitian tersebut, itu saya sendiri sudah beberapa kali membaca curhat para ibu di aplikasi sharing seputar parenting dan kesehatan. Banyak yang mengeluhkan bahwa suaminya tidak mau hands on atau membantu sama sekali urusan rumah tangga terlebih dalam bidang pengasuhan anak.

Fatherless Kids ialah suatu keadaan di mana anak yang sebenarnya memiliki ayah tetapi seolah-olah tidak merasakan sentuhan kehadiran sosok tersebut. Ayah hanyalah simbol yang tidak hadir baik secara fisik maupun secara psikologis.Antara ya dan anak tidak ada bonding yang erat. Seolah-olah ada dinding pembatas di antara mereka.

Menurut saya fatherless di sini cenderung dipengaruhi dengan budaya patriarki dimana kaum laki-laki itu merasa setelah menikah mereka memiliki kewajiban sebagai pencari nafkah saja. Sedangkan semua urusan domestik termasuk anak-anak diserahkan kepada istri.

Sebelum menikah, mungkin kacamata yang saya pakai adalah kacamata kuda. Saya abai bahwa banyak keluarga lain yang mengalami hal demikian. Apa yang saya ketahui terbatas pada dinamika keluarga terdekat saya saja.

Sejauh yang saya ingat di keluarga besar saya para lelaki memiliki basic skill yang setara dengan wanita. Kakek, Ayah uwak dan paman saya mampu mengurus rumah sekaligus membantu mengurus anak-anaknya. Para sepupu saya lelaki pun sejak kecil sudah diajak untuk membantu urusan rumah tangga. Mereka yang ikut tinggal di rumah saya tidak canggung untuk membantu menyapu, mengepel, bahkan memasak, membuat kue dan lain sebagainya

Entah ini ada hubungannya dengan dari garis keturunan Ayah, Suku Semendo memang menganut garis keturunan matrilineal atau garis keturunan ibu. Sehingga para perempuan memiliki kedudukan yang dimuliakan. Selain itu tentunya mengikuti ajaran agama Islam.

Mengupayakan Membalik Keadaan Fatherless 

Apakah hanya lelaki yang bertanggung jawab dengan hal ini? Kalau kebanyakan dari mereka masih mengikuti pameo lama, bagaimana?

Sebagai sebagai seorang perempuan, kita bisa melakukan sesuatu terhadap hal ini. Tidak perlu menunggu nanti, justru kita bisa melakukan sekarang juga dari setiap tahapan kehidupan kita.

1. Di Saat Belum Menikah

Carilah pasangan yang sejak awal berkomitmen untuk membangun keluarga bersama. Tentu dengan didasari pada pedoman ajaran agama masing-masing.

Dahulu, ketika saya menilai karakter pria yang sedang dekat dengan saya, Salah satu pertimbangan utama ialah apakah Ia menyukai anak kecil dan mau “direpotkan" dengan anak-anak

Kenudian, saya bertanya secara langsung dan kami diskusikan bersama-sama. Bila melalui taaruf pun kita bisa mengajukan pertanyaan. Dari jawaban-jawabannya setidaknya kita bisa memperkirakan seperti apa konsep keluarga kita kelak. Toh, yang yang sudah berjanji setia pun masih bisa mangkir, apalagi janji untuk nah membantu urusan rumah tangga yang mungkin dianggap sepele namun impactnya juga sangat besar.

Ohya, bawa juga dalam doa. Ini juga yang saya lakukan ketika memilih pasangan. Alhamdulillah Allah menjabah doa saya. Suami saya mau berperan aktif dalam kehidupan keluarga kami dan dekat dengan anak-anaknya.

2. Bila Sudah Menikah

Merasa sudah terlanjur menikahi seseorang yang tidak memiliki figur ayah? Atau seorang yang tidak mau hands on atau membantu sama sekali urusan rumah tangga dan anak? Bukan berarti kita harus pasrah.

Tetap berupaya memberikan hidayah kepada pasangan. Caranya melalui ajakan yang baik, berikan contoh dan tetap libatkan dalam urusan anak sekecil apapun. Mulai dari pemilihan waktu yang menyenangkan dan cara berkomunikasi yang baik. 

Terus berupaya mendekatkan bonding antara ayah dan anak. Sehingga bila Ia memiliki rasa kedekatan dengan anaknya diharapkan Ia akan mulai memiliki kesadaran untuk membantu.

Sumbangsih lain yang paling penting ialah mulai mendidik generasi penerus untuk memahami konsep dan urgensi pentingnya kehadiran seorang ayah di rumah.

Bila anak kita perempuan ajarkan untuk menghargai value dirinya sendiri. Berani mempertahankan prinsip dan mencari pasangan yang telah menghargai prinsip-prinsipnya tersebut. Termasuk prinsip bahwa ia ingin mencari pasangan yang mau berperan aktif dalam kehidupan rumah tangga.

Apabila anak kita iaalah laki-laki maka hal ini akan semakin penting. Sedari dini harus kita tanamkan bagaimana menjadi sosok lelaki yang gentlemen dan mau menjadi sosok ayah atau lelaki  yang Ia inginkan hadir dalam kehidupannya. 

Bila Ayahnya dapat dijadikan panutan ya Alhamdulillah, namun bila tidak pun, cari figur atau role model lainnya. Bisa dari signifikan other yang lain, guru atau ustadz atau sikap teladan Rasulullah.

Terus ajari dan berikan pemahaman sesuai usia bagaimana kelak Ia harus memperlakukan seorang perempuan terutama istri dan keluarganya.

Hal inilah yang saya selalu berusaha tanamkan pada anak-anak lelaki saya. Mungkin keluarga kami tidak sempurna tapi setidaknya saya dan ayahnya telah berusaha sebaik mungkin untuk mewujudkan dan memberikan pengajaran yang terbaik bagi mereka. 

Sesuai komitmen dari sebelum menikah, Ayahnya memang hadir dalam kehidupan anak-anak. Sesibuk apapun, ayah selalu meluangkan waktu untuk sekedar mengobrol, bermain bersama dan menjadi tempat curhat maupun belajar banyak hal.

Termasuk apabila ada satu atau dua kejadian yang saya rasa masih belum ideal, memberikan pemahaman kepada anak saya bahwa kelak kalau dia dewasa sebaiknya hal ini tidak usah dijadikan contoh. Berikanlah versi terbaik yang bisa diberikan kepada istri dan anak-anaknua sendiri nanti.

Bukannya memaksakan pendapat tetapi memang anak-anak yang dekat dengan ayahnya memiliki kelebihan-kelebihan tersendiri.

1. Bagi anak lelaki

Adanya panutan yang bisa dijadikan contoh dalam bersikap serta perilaku. Anak pun menjadi lebih percaya diri, menghargai kaum perempuan.

2. Buat anak perempuan 

Jadi seorang perempuan yang tangguh dan berprinsip. Ia tidak perlu mencari validasi dari lelaki yang berada di luaran karena tangki cintanya sudah dipenuhi oleh kasih sayang dari kedua orang tua termasuk ayahnya


Demikianlah menurut saya bagaimana kita -diawali dari diri sendiri dan keluarga- masing-masing dapat memberikan sumbangsih agar fatherless ini diputus mata rantainya.