Mitos Setelah Ibu Melahirkan

Mitos Setelah Ibu Melahirkan

Mitos Setelah Ibu Melahirkan

Keluarga saya adalah orang yang sebenarnya masih memegang erat tradisi leluhur. Sebut saja untuk pantangan dan anjuran (sering disebut mitos) bagi Ibu setelah melahirkan. Nenek dari pihak ayah adalah seorang yang biasa menolong orang melahirkan, atau biasa disebut "dukun beranak" dan oma dari pihak ibu adalah seorang keturunan Cina yang tentu saja masih kental menjujung adat istidat. Tetapi pada saat saya melahirkan Ziqri, 2 tahun lalu, keduanya telah tiada, sehingga Ibu saya, yang seorang mantan Bidan hanya menerapkan seuatu yang saya sebut "aliran progresif" saja pada saya dan Ziqri.

Progresif disini dalam artian melaksanakan mitos pantangan dan anjuran setalah melahirkan yang diketahui secara turun temurun namun tetap disesuaikan dengan kaidah agama Islam dan perkembangan ilmu pengetahuan (saran dan hasil diskusi dengan 5 orang dokter kandungan saya, dokter anak, adik yang saat itu sedang co ass di bagian kebidanan dan anak, teman-teman ibu yang masih aktif sebagai bidan, serta sumber dari internet yang saya yakini terpercaya).

Tibalah saatnya kakak ipar saya melahirkan sebulan lalu dan saya membandingkan mitos dan tradisi yang harus dilaksanakan kakak dan apa yang saya lakukan dahulu :

1. Ari-ari (plasenta) bayi di dibersihkan oleh dukun bersalin kemudian bungkus kain yang ditaburi asam jawa dan entah ramuan apa lagi, lalu dikuburkan dalam pot tanah / gerabah yang disebut tembuni, lengkap dengan sebatang pensil dan buku kecil yang telah ditulisi nama bayi, nama kedua orang tua, tanggal lahir, angka, huruf abjad latin dan hijaiyah serta sebatang paku. Tempat dikuburnya harus diterangi lampu bila malam tiba selama 40 hari masa nifas.

Sejujurnya saya baru mengetahui kegunaan pot tembuni ini, karena pada saat Ziqri lahir ari-ari hanya dicuci oleh ayahnya (dalam tradisi keluarga saya, harus sang ayah yang membersihkan) lalu dibungkus sehelai kain putih bersih dan dikuburkan. Mengenai penerangan dalam logika saya, bisa jadi untuk mencegah binatang buas dimasa lampau 

2. Setelah melahirkan hingga tali pusat bayi pupus, Ibu dan bayi di mandikan dan dipijat oleh dukun beranak, wajah diberi pilis, bagian perut diolesi kapur sirih serta di beri minum ramuan herbal serupa jamu.

Saya tidak melaksanakan hal ini karena selain saya melahirkan dengan bedah caesar dan diharuskan minum obat dari dokter, saya memiliki kulit yang gampang alergi dan Ziqri sudah terindikasi alergi sejak baru lahir. Minum jamu sendiri memang diyakini memberikan manfaat terbaik bagi tubuh, tetapi bila tidak dilakukanpun so far, saya tidak merasakan ada masalah apa-apa. Perhatikan juga apakah Ibu malah menjadi diare karena minum jamu, bila iya, maka sebaiknya dihentikan saja, karena malah akan mengganggu proses penyerapan gizi demi menghasilkan ASI yang berkualitas bagi bayi.
Bila alasan minum jamu agar menjadi lekas singset dan perut tidak melar, sesungguhnya memberi ASI memiliki efek yang lebih dalam mempercepat turunnya berat badan maupun menyusutkan ukuran rahim selama masa nifas.

3. Selama masa nifas Ibu tidak boleh melipat kaki dan banyak bergerak

Alasannya kaki bisa varises dan akan Ibu akan pitam (pandangan gelap) ketika akan berdiri.
Peluang varises akan lebih besar terjadi dimasa kehamilan, disaat beban yang disangga tubuh bertambah. Sedangkan banyak bergerak, dalam 12 jam setelah melahirkan saya diharuskan dokter kandungan saya untuk turun dari tempat tidur. Menurut saya tidak apa-apa selama tidak kelelahan dan menyebabkan jahitan sakit. Pitam atau tidak juga seusai kondisi kesehatan Ibu, apakah sudah memperoleh istirahat yang cukup.

4. Ibu Tidak Boleh Tidur Siang

Menurut saya tidak apa-apa asalkan dilakukan selepas waktu shalat Zuhur (sesuai dengan waktu yang disunahkan dilarang tidur yaitu selepas Subuh, selepas Ashar dan antara Maghrib dan Isya), karena Ibu yang baru melahirkan biasanya banyak begadang untuk mengurusi bayi di malam hari 

5.  Berkaitan dengan makanan Ibu tidak boleh makan makanan :

a. Berminyak

Alasannya agar jahitan cepat sembuh.
Logikanya tubuh membutuhkan minyak meskipun sedikit untuk melarutkan vitamin A, D, E dan K yang sangat diperlukan tubuh Ibu, terutama bagi Ibu yang memberikan ASI.

 b. Tidak boleh makan ikan atau telur, sebaiknya hanya tahu dan tempe

Alasannya nanti ASI akan berasa amis dan jahitan tidak kering.
Ini hanya mitos, protein pada kedua makanan tersebut sangat penting pada proses penyembuhan luka dan produksi ASI. Tahu dan tempe juga merupakan sumber protein yang baik, tetapi memiliki kadar lemak rendah, sedangkan lemak tetap dibutuhkan dalam diet harian. (Sepengetahuan saya menu makanan seimbang terdiri atas 15%  protein, 20% lemak, 40% karbohidrat dan 15% serat).  Sehingga perlu diperhatikan kuantitas dalam pemberian tahu dan tempe sebagai lauk utama tersebut.

c. Dilarang makan diatas pukul 18.00

Tidak ada alasan spesifik, hanya telah dilaksanakan sedari dulu. Menurut saya segala pantangan ini tujuannya adalah kesehatan dan kenyamanan si Ibu. Proses pencernaan makanan sendiri biasanya berlangsung selama 3-4 jam. Logikanya, jika Ibu terbangun tengah malam untuk menyusui dan merasa lapar, menunggu waktu sarapan justru akan membuat si Ibu kelaparan yang bisa berujung pada masuk angin. Hal ini malah merugikan bagi si Ibu sendiri.

6. Harus menggunakan sendal didalam rumah

Alasannya kaki tidak boleh kedinginan dan tetap bersih.
Menurut saya hal ini cukup logis karena di kaki terdapat susunan syaraf yang berhubungan langsung dengan rahim. Tapi saya sendiri kurang disiplin karena kamar mandi letaknya di dalam kamar, saya tidak terbiasa menggunakan sandal karena kaki saya selalu berkeringat dan saya olesi lotion. Sehingga penggunaan sandal justru dikhawatirkan membuat saya terpeleset dan jatuh, karena saya cenderung ceroboh. 

7. Menyediakan gunting, sapu lidi, kaca kecil dan surah Yasin di sebelah bantal bayi.

Alasannya sebagai penjagaan dan tindakan preventif dari gangguan makhluk halus.
Menurut saya selama tidak membuat menjadi syirik, tidak apa-apa. Sebaiknya bayi memang tidak ditinggalkan sendirian dalam pergantian waktu dari siang ke malam (Magribh) dan sebaliknya. 

8. Setelah lepas tali pusar, pusar bayi ditutupi koin agar tidak bodong

Meski tidak dapat dibuktikan kebenarannya secara ilmiah, namun tidak masalah untuk dilaksanakan selama tidak meyakini adanya manfaat selain mencegah pusar bodong.


Kesimpulan yang bisa saya ambil, melaksanakan mitos setelah melahirkan, kembali lagi pada keluarga yang akan menjalani.  Menurut saya menjadi seorang Ibu berarti berhak menentukan apa yang terbaik bagi diri kita sendiri dan bayi kita. Orang tua maupun mertua mungkin punya pandangan yang berbeda. Melaksanakan mitos yang biasanya disertai 'ancaman' kalau tidak dilakukan akan begini atau begitu maupun pameo "Anak saya sudah sekian dan semuanya saya begitu dan beginikan, toh tidak apa-apa" tetap kembali pada Ibu sebagai orang yang akan melaksanakan. Semua Ibu menginginkan yang terbaik bagi bayinya dan yang paling tahu apa yang terbaik bagi bayinya. Bila ada mitos yang dirasa memberatkan dan telah mendapat anjuran yang bertentangan dari ahli kesehatan yang kompeten, Ibu bisa mengkomunikasikannya dengan suami, orang tua maupun mertua. Pertimbangan utama tentu saja faktor kesehatan dan keselamatan Ibu dan bayi. Alasan pamungkas yang biasa saya pergunakan biasanya bahwa riset dan ilmu pengetahuan di bidang kesehatan, khususnya dalam bidang ini telah dikembangkan secara terus menerus, sehingga tidak semua pandangan masa lampau masih dapat diterapkan.
Keikhlasan dari Ibu yang paling diperlukan agar Ibu senantiasa bergembira dalam menjalani hari-hari bersama baru dilahirkan