3 Sarana Transportasi Jadul yang Masih Bertahan Hingga Kini

 


Hai Assalamu'alaikum

Tema hari ini sungguh menarik sekali : Transportasi Indonesia dari masa ke masa. Saya jadi ingin mengulas tentang tiga kendaraan tempo dulu di tiga kota tempat saya pernah berdomisili, yang masih eksis hingga saat ini.

1. Bas Kayu di Tanjung Balai Karimun, Kepulauan Riau

Bas kayu ialah sarana transportasi umum yang sangat umum dijumpai di Tanjung balai Karimun Kepulauan Riau.

Kata Bas berasal dari penyebutan bahasa Inggris untuk bis yaitu Bus (dibaca Bas).

Meskipun tidak sama dengan bus secara umum yang kita kenal saat ini, memang ukurannya sedikit lebih besar daripada mobil biasa.

Dahulunya bas ini berfungsi sebagai angkutan umum alias angkot dalam kota. Namun beberapa tahun terakhir bas tersebut hanya diperuntukkan sebagai sarana antar jemput anak sekolah, pegawai pertambangan atau disewakan harian untuk kegiatan-kegiatan istimewa.

Saya sendiri hanya sempat naik bas tersebut sebanyak satu kali. Menjelang masa Bas tersebut masih aktif digunakan sebagai sarana transportasi umum. Saya lupa tepatnya, sekitar tahun 2002-2003. Saat itu saya masih bersekolah di tingkat SMA, tetapi saya kan tinggalnya di Pekanbaru, sudah terpisah dari orang tua. Jadi saya sangat jarang bisa menaiki bus tersebut. Adik Saya yang beruntung. Ia saat itu melanjutkan jenjang zekolah menengah pertamanya di Tanjung Balai Karimun, lebih sering menaiki bus tersebut dikala ayah saya berhalangan mengantar atau menjemput.

 Seperti apa sih Bas ? Jadi eksteriornya itu terbuat dari kayu yang kokoh. Jendela di bagian depannya pun terbuat dari kayu dan masih bisa dibuka ke arah depan.

Sedangkan di bagian penumpang, ada tidak terdapat jendela melainkan langsung terbuka, ada pula yang masih berdaun jendela kayu. Sementara di dalamnya ada dua kursi panjang yang saling berhadapan.

Untuk antar jemput anak sekolah emang sangat ideal karena anak-anak kecil masih dapat berdiri di dalam bus tersebut sehingga muatannya bisa menjadi lebih banyak.

Saya pernah membahas mengenai Bas dalam kisah Arrisan RT rumah orang tua saya.

Baca juga : Arisan Seru di Tepi Pantai

2. Boat Pancung di Belakang Padang, Kepulauan Riau

Indonesia sebagai negara maritim memang terkenal memiliki kemampuan yang mumpuni di bidang kelautan. Ada lagu anak-anaknya kan "Nenek Moyangku Seorang Pelaut"

Kemampuan berlayar ini juga termasuk untuk membuat sarana pelayarannya sendiri.

Sejak dahulu, penduduk yang tinggal di wilayah kepulauan biasanya menggunakan kapal kayu kecil yang didayung tanpa mesin. Biasanya disebut dengan nama sampan atau perahu atau nama-nama lain berdasarkan dengan bentuk dan peruntukannya.

Ukurannya berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan. Ada yang dasarnya lebih cekung dan panjang dapat digunakan untuk jarak yang lebih jauh. Ada yang langsung dilengkapi dengan layar atau penyeimbang dan lain sebagainya.

Seiring kemajuan zaman, ada pula yang disediakan sebagai sarana transportasi umum.

Satunya ialah sarana transportasi yang menghubungkan antara Pulau Belakang Padang dengan Pulau Batam.

Yang dulunya menggunakan sampan yang di dayung manual, lama-kelamaan menggunakan perahu kayu bermesin atau speed boat. Mesin yang digunakan ialah keluaran dari pabrikan asal Jepang. Harganya memang cukup lumayan, sehingga para pengemudi berpancung memiliki koperasi sekakigus paguyuban yang disebut dengan Persatuan Pengemudi Motor Sangkut (PPMS) di Belakang Padang.

Jadi keanggotaan PPMS tidak dapat bertambah alias tidak boleh menambah jumlah boat Pancong Baru. Nomor keanggotaan dapat diwariskan dan dialih tangankan dengan cara jual beli apabila ada anggota yang sudah meninggal dunia ataupun ingin berganti pekerjaan.

Buat pancong dibagi menjadi dua, boat biasa dan boat langganan. Buat biasa digunakan sebagai sarana antar jemput setiap waktu penumpangnya berjumlah antara 10 sampai 12 orang. Jadi para pengemudi itu biasanya menunggu jumlah penumpang cukup baru jalan.

Para pengemudi antri dengan tertib yang didata oleh seorang penjaga karcis setiap harinya. Dalam sehari semalam -menurut tetangga saya- Ia dengan kapalnya dapat bolak-balik antara Batam dan Belakang Padang sampai dua kali, tergantung cuaca dan banyaknya pengemudi bot yang ikut antri di hari tersebut.

Tarif seorang penumpang saat ini Rp 20.000 termasuk asuransi dari pihak Jasa Raharja. Jadi bisa dibilang pengemudi berpancong lumayan berkecukupan. Kadangkala mereka masih mengeluh terutama ketika mengalami kenaikan harga minyak sebagai bahan bakar utama.

Sedangkan untuk penumpang, karena banyak sekali warga belakang Padang yang bekerja di Batam dan mereka harus pulang pergi setiap harinya tarif segitu memang terasa sangat mahal. Biasanya mereka ikut dengan pancong yang langganan. Buat ini berkapasitas lebih besar antara 50 sampai 80 orang penumpang.

Tarif yang digunakan ialah langganan bulanan. Saya kurang mengetahui pasti berapa nominalnya saat ini. Sebagai perbandingan di saat saya masih tinggal di belakang Padang dan tarif hanya Rp 15.000,- per bulannya dikenakan tarif langganan Rp 250.000,-. Buat pancong langganan ini dimiliki oleh dua orang pengusaha besar saja. Waktu keberangkatannya pun harus diingat oleh penumpang yang ingin bergabung ke salah satu dari kedua boat tersebut.

Keberangkatan dari belakang Padang, paling pagi setahu saya jadwalnya pukul 05.00 WIB. Sedangkan untuk kembali dari Pulau Batam menuju Belakang Padang ada dipukul 15.00 WIB dan lebih sore lagi bagi pegawai yang bekerja sebagai aparatur negara.

Hebatnya, Boat Pancong memang masih eksis sampai zaman sekarang. Berdasarkan gosip yang beredar, para pengemudi sempat kompak menolak pembangunan jembatan antara Belakang Padang dan Pulau Batam. Padahal tadinya pembangunan jembatan itu diwacanakan sebelum dibangunnya Jembatan Barelang. Mereka khawatir apabila kendaraan dapat berlalu-lalang dari Batam menuju Pulau belakang Padang maka sumber perekonomian mereka akan hilang.

Sedikit tips dari saya apabila belum pernah ikut harus selalu memperhatikan langkah kaki kita. Soalnya ponton kadangkala licin terutama habis hujan. Dari menggunakan sepatu berhak tinggi dan jangan lupa untuk tidak mengeluarkan tangan diepanjang perjalanan. Karena pengemudi sering menurunkan terpal tanpa aba-aba. Berbahaya sekali membuat tangan kita bisa terjepit.

Kalau sudah biasa lama kelamaan, hal itu terasa sangat menyenangkan. Bahkan menurut saya karena sering naik berpancung lah maka keseimbangan saya yang dari kecil buruk perlahan-lahan menjadi jauh lebih baik.

Baca : Ibu, Kakiku Flat Foot

3. Becak di Muaradua, OKU Selatan, SumSel

Sebenarnya di Belakang Padang, becak juga masih eksis loh. Tapi saya sangat jarang naik becak selama menetap disana, karena pulaunya yang kecil kemana-mana masih bisa ditempuh dengan jalan kaki. Sementara saat menetap di Muaradua ini becak menjadi sarana keseharian.

Alasan pertama karena uwak saya sudah tua dan kakinya lebih cepat sakit apabila harus berjalan kaki. Ditambah saya yang tidak berani berkendara, ketika kami pergi ke minimarket terdekat pun kami cenderung pilih naik becak.

 Yang kedua berbeda dari abangnya dahulu yang nangis setiap akan diajak naik becak, anak kedua Saya justru sangat suka sekali. Alasan ketiga di Muaradua ini memang tidak terdapat moda transportasi umum lain kecuali becak dan ojek.

Pengendara becak di Muaradua ada yang melanjutkan pekerjaan tersebut dari orang tuanya. Jadi bisa dibilang becak di muara dua ini sudah tua. Namun tetap terawat terutama menjelang perayaan ulang tahun kemerdekaan.

Biasanya mereka mengecat becaknya dengan warna merah putih dan menghiasinya dengan atribut-atribut bendera merah putih.

Becak juga dijadikan sarana antar barang. Mulai dari kebutuhan pokok sampai ketika pindahan rumah.

Satu-satunya keluhan saya ketika naik becak ialah entah mengapa becak MuaraDua ini ukuran joknya terasa sedikit lebih sempit dibanding becak yang pernah saya naiki baik di Belakang Padang maupun kota lainnya seperti Jogjakarta atau Palembang.

Jadi ketika dimuati dua orang terasa sangat berdesakan, ditambah bawa anak atau barang lain.

❤️❤️❤️❤️

Nah, itulah tiga moda transportasi jadul yang Saya temui masih eksis hingga saat ini. Bagaimana di daerah teman pembaca atau rekan Blogger Depok? Adakah moda transportasi tempo dulu yang bisa diulas sebagai seorang lifestyle blogger? Saya ingin tahu juga nih..